JALAN MANTAP EKONOMI LANCAR

Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat

Pada tahun 2022 Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (DBMPR) Wilayah VI mendapat alokasi anggaran paling sedikit. Padahal, panjang jalan provinsi yang ditangani hampir merata di enam UPTD yang ada, yakni sekitar 300-350 km.

Di UPTD ini juga banyak pekerjaan yang harus ditangani, misalnya Jalan Pangeran Cakrabhuwana di Kabupaten Cirebon yang selalu terndam banjir ketika hujan. Panjangnya sekitar 2 kilometer dan berada tepat di depan Kantor Kelurahan Kemantren Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon. Pihak Kelurahan Kemanteren juga sudah beberapa kali mengeluhkan kondisi tersebut. Tentu saja kondisi jalan seperti itu sudah semestinya mendapat perhatian serius.

Sesungguhnya, kondisi jalan di Jawa Barat memang membutuhkan penanganan. Secara keseluruhan jalan provinsi membutuhkan rehabilitasi atau peningkatan jalan, tidak terkecuali di UPTD VI. Mengapa demikian? Lebih dari 65% jalan provinsi umur teknisnya sudah habis. Pilihan lain jika rehabilitasi atau peningkatan jalan tidak dilakukan adalah mengalokasikan biaya pemeliharaan yang cukup besar. Ini berkaitan dengan kemantapan jalan yang sangat berpengaruh pada kelancaran pergerakan orang dan barang.

Padahal, alokasi anggaran untuk pemeliharaan dari tahun ke tahun terus menurun. Di sisi lain tidak ada alokasi untuk rehabilitasi jalan. Kalau toh dianggarkan, angkanya sangatlah minim. Ini terjadi sejak covid-19 melanda negeri ini. Ada beberapa ruas jalan yang pada mulanya sudah dianggarkan penanganannya dalam APBD, tetapi kemudian terkena refocusing dan realokasi anggaran.

Selain Jalan Pangeran Cakrabhuwana, contoh lain yang seharusnya ditangani adalah ruas jalan Patrol-Haurgeulis di Kabupaten Indramayu. Ruas jalan ini pun membutuhkan penanganan serius karena kondisinya sudah sangat parah. Ruas ini sudah banyak berlubang. Namun dari sekitar 4 kilometer yang rusak parah, anggaran yang tersedia hanya untuk menangani 500 meter saja.

Kondisi jalan Patrol-Haurgeulis ketika musim hujan bisa membahayakan para pengguna jalan. Lubang-lubang di sepanjang jalan itu tidak jelas terlihat lagi. Dengan demikian, para pengguna jalan bisa melindas lubang yang beberapa di antaranya cukup dalam. Akibatnya pasti bisa ditebak, yakni kecelakaan. Kejadian seperti pasti didak diinginkan oleh siapapun.

Ada lagi ruas jalan Jangga-Cikamurang yang juga sudah lumayan tingkat kerusakannya. Jalan sepanjang sekitar 10 kilometer itu kondisinya juga membutuhkan penanganan. Jalan penghubung dari arah Majalengka menuju wilayah Indramayu itu sesungguhnya cukup strategis. Melalui jalan tersebutlah kita bisa menuju Indramayu setelah keluar dari gerbang Tol Cikedung dari Tol Cikopo-Palimanan (Cipali).

Jalan lain yang membutuhkan perhatian adalah ruas Arjawinangun-Gopala. Ruas ini menjadi penghubung Kecamatan Arjawinangun di Kabupaten Cirebon ke Gopala/Karangampel di Kabupaten Indramayu. Setelah melewati jalan kereta api di Pasar Arjawinangun ke arah utara jalan ini kerap terendam air.

Selain akibat luapan air di musim hujan, jalan ini juga diapit dua saluran irigasi. Yang paling mempengaruhi adalah akibat adanya saluran irigasi di sebelah timur jalan. Saluran irigasi tersebut lebih tinggi dari permukaan jalan. Akibatnya, air kerap kali merembes dan praktis menggenangi sebagian jalan.

Makin ke utara, misalnya di daerah Desa Jagapura Kecamatan Gegesik Kabupaten Cirebon, jalan kerap kali juga terendam. Jalur ini mayoritas diapit sawah, sehingga sering terendam. Tanahnya pun relatif labil. Faktor lain yang membuat jalan ini bergelombang adalah cukup tingginya frekwensi kendaraan besar yang kerap melintas dengan muatan berlebih.

Ruas jalan Arjawinangun-Gopala/Karangampel di bagian selatan masih tersambung ke jalan nasional Palimanan-Jatiwangi. Di sisi bagian selatan jalan ini tersambung di dekat Rumah Sakit Sumber Waras. Bagian ini pun sering kali mengalami kerusakan. Namun, secara keseluruhan, sekali lagi, bagian yang kerap mengalami kerusakan, salah satunya, adalah akibat jalan ini melintasi wilayah persawahan.

Selain karena terendam air, ada hal lain yang mengakibatkan kerusakan jalan, yakni kendaraan yang kelebihan muatan (over load). Bukan rahasia lagi, masih banyak kendaraan yang memaksakan diri dengan membawa muatan berlebih dari kapasitas maksimalnya.

Apalagi jika muatannya melebihi kapasitas jalan. Padahal secara keseluruhan kita tahu bahwa jika sebuah ruas jalan dilintasi kendaraan seperti itu, jalan tersebut pasti kian cepat rusak. Betapa tidak, kendaraan dengan muatan dua kali lipat daya tampung jalan akan merusak jalan tersebut lima belas kali lebih cepat.

Jadi jalan yang umur teknis rencananya 15 tahun dengan kapasitas 20 ton jika secara kontinyu dilalui kendaraan bermuatan 40 ton, jalan tersebut akan hancur dalam satu tahun saja. Kondisi seperti inilah yang kerap kali kita temukan di banyak lokasi. Jadi, tidak aneh kalau kemudian jalan milik provinsi di Jawa Barat semakin parah. Angka kemantapannya pun tidak terjamin lagi.

Sloga “jalan mantap ekonomi lancar” sesungguhnya sudah sangat baik. Jika jalan mantap, secara otomatis pergerakan orang dan barang pun akan lancar. Akhirnya, roda perekonomian akan berbutar dengan baik. Jika itu terjadi, bisa dipastikan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Jabar pun akan meningkat. Walhasil, kesejahteraan masyarakat pun turut terangkat.

Marilah kita tingkatkan angka kemantapan jalan kita agar semua itu terwujud. Semoga pula pandemi segera berakhir sehingga banyak pekerjaan yang tertunda dapat diselesaikan kembali.

Tinggalkan Balasan