Kementerian Hukum dan HAM RI Tidak Kuasai Peta Aceh 1956.

Banda Aceh |SRI-Media.com,– Kementerian Hukum dan HAM tidak menguasai Peta tapal batas Aceh yang merujuk pada 1 Juli 1956, keterangan tersebut, tertuang dalam surat Kemenkumham  Nomor: SEK.5-HH.01.05-40, tanggal 8 juli 2021 yang di tandatangani oleh Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja sama yang juga ex-Ofiicio PPID Kementerian Hukum dan HAM RI

” Menindaklanjuti surat permohonan informasi dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Nomor : 018C/YARA/VI/2021 tanggal 4 Juni 2021 perihal Permohonan Informasi Publik mengenai Peta Perbatasan Aceh merujuk pada 01 Juli 1956 sebagaimana disebutkan dalam angka 1.1.4 MoU Helsinki yang ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan disaksikan oleh Ketua Dewan Direktur Crisis Management Initiative (Martii Ahtisaari) pada tanggal 15 Agustus 2005, bersama ini kami sampaikan informasi tersebut tidak dalam penguasaan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

” Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 127 tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2011 tentang Badan Informasi Geospasial, pelaksanaan tugas pemerintah di bidang informasi geospasial merupakan tugas dan fungsi dari Badan Informasi Geospasial (BIG)” demikian bunyi surat tersebut yang dikirimkan langsung ke PPID YARA, Adelia Ananda SH.

Pada tanggal 4 Juni 2021 lalu, Safaruddin, selaku Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) menyurati Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), terkait dengan informasi dan dokumentasi tentang tapal batas Aceh tanggal 1 juli 1956 yang merujuk pada angka 1.1.4 MoU Helsinki, karena pada saat penandatangan MoU tersebut Menteri Hukum dan HAM yang menandatangani perjanjian tersebut mewakili Pemerintah Indonesia.

“Karena Menteri Hukum dan HAM saat itu yang bertindak atas nama Pemerintah Indonesia dalam penandatanganan MoU perdamaian dengan Gerakan Aceh Merdeka di Helsinki. Makanya, kita surati para pihak yang menandatangani MoU tersebut, termasuk juga ke BPN, Setneg, DPRA dan Partai Aceh juga kita surati.

Partai Aceh kita surati karena secara institusional Gerakan Aceh Merdeka (GAM), sudah bertransformasi menjadi Partai Aceh pasca penandatangan MoU Helsinki,” tutup Adelia.**(Rifki/Yusuf*).

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan