PEMEKARAN DESA/KELURAHAN JAWA BARAT KEHARUSAN SEBAGAI SOLUSI BERDASARKAN KONSTITUSI UNTUK PERCEPATAN PEMBANGUNAN DI JAWA BARAT

Oleh :
BUDIYANTO, S.Pi
CALON DPD RI DAPIL JAWA BARAT

Bandung-sri-media.com Kebijakan strategis hasus dilakukan sebagai bentuk terobosan dalam upaya melakukan Langkah solusi percepatan pembangunan di sebuah wilayah sebagai bentuk tanggung jawab seorang pemimpin pemegang kebijakan. Dalam mengambil keputusan, hal dasar yang harus dimiliki pemutus kebijakan adalah “basic data comparison” atau data dasar perbandingan agar kebijakan dianggap rasional oleh semua kalangan sehingga mudah dipahami maksud dan tujuan kebijakan tersebut.

Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia dengan 49,9 juta jiwa mendekati 20% dari 273 juta jiwa jumlah penduduk Indoensia. Namun wilayah administrasinya masih perlu penataan untuk lebih mendekatkan masyarakat dengan pemimpinnya. Dengan luas wilayah mencapai 35,380 KM2 hanya terbagi menjadi 27 Kabupaten/Kota, 627 Kecamatan dan 5.957 Desa/Kelurahan dimana masih terlalu banyak Kabupaten/Kota yang rentang kendalinya terlalu jauh karena wilayah kekuasaan yang terlalu luas sehingga beban tanggung jawab menjadi besar sementara masyarakat membutuhkan pelayanan dan percepatan kemajuan agar lebih aman, nyaman dan sejahtera secara ekonomi.

Hal dasar yang menjadi langkah permulaan untuk meringankan beban kewilayahan adalah dengan melakukan Pemekaran Wilayah ditingkat Pemerintahan Desa dan Kelurahan sebagai bentuk respon strategis mengurai beban dan menambah keterlibatan banyak pihak untuk menyelesaikan berbagai permasalahan pelayanan publik ditingkat pemerintahan paling bawah.

Untuk bahan pertimbangan sebagai informasi dasar, bisa diperhatikan matriks sederhana data demografi dan administrasi parsial pemerintahan di Pulau Jawa sebagai berikut :

NO PROVINSI LUAS
(KM2) JUMLAH PENDUDUK
(JUTA) JUMLAH RATA2 LUAS DESA/KEL
(KM2)
KAB/KOTA KEC DESA/
KELURAHAN
1 JAWA BARAT 35,380 49,45 27 627 5.957 5,94
2 JAWA TENGAH 32,550 35,70 35 576 8.567 3,80
3 JAWA TIMUR 48,000 41,15 38 666 8.501 5,65
4 BANTEN 9,660 12,00 8 155 1.651 5,85
5 JOGJAKARTA 32,50 3,90 5 78 438 0,07
GRAND TOTAL 125,66 142,150 113 2102 25.114 4,26

Provinsi Jawa Tengah merupakan wilayah yang jauh lebih kecil dari segi wilayah dan jumlah penduduk tetapi wilayah administrasinya lebih banyak baik dari pendekatan pemerintahan daerah dan juga pemerintahan desa. Dimana rata-rata luas wilayah per desa di Jawa Tengah hanya berkisar 3,8 KM2 atau sekitar 380 Hektar, sementara di Jawa Barat rata-rata luas desa mencapai 5,94 KM2 atau sekitar 590 Hektar. Tentunya ini menjadi data pembanding yang harus menjadi bahan perrtimbangan strategis bahwa luas wilayah pemerintahan desa di Jawa Barat terlalu luas sehingga masyarakat desa membutuhkan pusat pelayanan lebih dekat sehingga memudahkan fungsi-fungsi pelayanan di masyarakat.

Salah satu pertimbangan strategis berbasis anggaran, mengapa pemekaran desa/kelurahan perlu dilakukan di Jawa Barat?

Satu contoh saja, jika kebijakan anggaran bantuan desa per desa sebesar Rp. 1 Milyar, maka Provinsi Jawa Barat dengan wilayah yang luas dan jumlah penduduk yang lebih banyak dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, apalagi dengan Desa/Kelurahan diluar Jawa, maka alokasi anggaran desa ke Jawa Barat hanya sebesar Rp. 5,9 Trilyun, sementara ke Jawa Tengah dan Jawa Timur yang penduduknya lebih sedikit sekitar 10-15 juta jiwa, pemerintahan desa mampu menyerap anggaran dari pemerintah pusat sebesar Rp. 8,5 Trilyun. Tentunya beban eksekusi program desa-desa di Jawa Barat akan lebih berat dan masih jauh untuk bisa melakukan percepatan penyelesaian pembangunan secara lebih cepat dan merata.

Berikut disajikan data administrasi secara parsial luas wilayah Kabupaten/Kota dan luas rata-rata wilayah Desa/Kelurahan di Jawa Barat.
DATA ADMINISTRASI PARSIAL
27 KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA BARAT
(DARI BERBAGAI SUMBER YANG AUTENTIK)
TAHUN 2022
NO NAMA KAB/KOTA LUAS KEC DESA/KELURAHAN LUAS DESA
KM2 DESA KEL TOTAL KM2
1 Kabupaten Bogor 2.711 40 416 19 435 6
2 Kabupaten Bandung 1.768 31 270 10 280 6
3 Kabupaten Bekasi 1.225 23 180 7 187 7
4 Kabupaten Sukabumi 4.146 47 381 5 386 11
5 Kabupaten Garut 3.074 42 421 21 442 7
6 Kota Bekasi 207 12 56 0 56 4
7 Kabupaten Cianjur 3.840 32 354 6 360 11
8 Kabupaten Karawang 1.652 30 297 12 309 5
9 Kota Bandung 168 30 0 151 151 1
10 Kabupaten Cirebon 985 40 412 12 424 2
11 Kota Depok 200 11 0 63 63 3
12 Kabupaten Tasikmalaya 2.551 39 351 0 351 7
13 Kabupaten Indramayu 2.040 31 309 8 317 6
14 Kabupaten Bandung Barat 1.306 16 165 0 165 8
15 Kabupaten Subang 1.894 30 245 8 253 7
16 Kabupaten Majalengka 1.204 26 330 13 343 4
17 Kabupaten Ciamis 1.415 27 258 7 265 5
18 Kabupaten Kuningan 1.111 32 361 15 376 3
19 Kabupaten Sumedang 1.518 26 270 7 277 5
20 Kota Bogor 119 6 0 68 68 2
21 Kabupaten Purwakarta 826 17 183 9 192 4
22 Kota Tasikmalaya 172 10 0 69 69 2
23 Kota Cimahi 39 3 0 15 15 3
24 Kabupaten Pangandaran 1.010 10 93 0 93 11
25 Kota Sukabumi 49 7 0 33 33 1
26 Kota Cirebon 37 5 0 22 22 2
27 Kota Banjar 113 4 16 9 25 5
REKAPITULASI 35.378 627 5.368 589 5.957 6

Berdasarkan data luasan rata-rata Desa/Kelurahan di Jawa Barat sekitar 6 KM2 atau 600 Hektar sangat jauh berbeda dengan luasan rata-rata Desa/Kelurahan di Jawa Tengah hanya sekitaran 3,8 KM2 atau sekitar 380 Hektar. Bahkan untuk dibeberapa Kabupaten/Kota di Jawa Barat luasan desanya jauh diatas rata sehingga harus menjadi perhatian Pemerintah Daerah baik Bupati/Wakil Bupati dan juga Anggota DPRD Kabupaten/Kota di Jawa Barat harus berani melakukan inisiatif konstruktif kebijakan untuk mendorong masyarakat Jawa Barat melakukan Pemerkaran Desa/Kelurahan sejalan dengan semangat Pemekaran Kabupaten/Kota yang sedang berjalan di Jawa Barat.

Berdasarkan sajian data empirik tersebut diatas, beberapa Kabupaten yang prioritas harus dilakukan Pemekaran yaitu Desa/Kelurahan yang luasan rata-rata 11 KM2 atau sekitar 1.100 Hektar khususnya di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Pangandaran, kemudian Kabupaten Bandung Barat yang luas rata-rata 800 Hektar, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Subang yang luas rata-rata 700 Hektar dan mungkin Desa dibeberapa Kabupaten seperti Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Indramayu.

Tentunya selain berdasarkan data luasan, factor dan indicator lainnya harus terpenuhi termasuk jumlah penduduk sesuai ketentuan yaitu minimal 2.500 jiwa atau minimal 500 KK (Kepala Keluarga) dan juga syarat dan ketentuan lainnya sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun prosedur/mekanisme, syarat dan ketentuan, serta tata cara pemekaran dan pembentukan Desa diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penataan Desa, Pasal 2, Pasal 7, dan Pasal 45, dengan semangat penerapan amanat konstitusi yaitu pengaturan masyarakat hukum adat yang sesuai dengan ketentuan pasal 18B ayat (2) UUD 1945, sebagai berikut;

PROSEDUR/ MEKANISME PEMEKARAN DESA
Dalam membentuk suatu Desa harus mengikuti prosedur atau mekanisme sesuai dengan peraturan perundangan tentang Desa, sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menyebutkan bahwa ”Pembentukan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat desa, serta kemampuan dan potensi desa dan pembentukan desa dilakukan melalui Desa Persiapan. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 menyebutkan bahwa Desa persiapan dapat ditingkatkan statusnya menjadi desa dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan sebagai desa persiapan.

SYARAT PEMBENTUKAN DESA
Pembentukan Desa harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Batas usia Desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan;
2. Jumlah penduduk paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) jiwa atau 500 (lima ratus) Kepala Keluarga;
3. Wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antar wilayah;
4. Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa;
5. Memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung;
6. Batas wilayah Desa yang dinyatakan dengan bentuk peta Desa yang telah ditetapkan dalam Peraturan Bupati;
7. Sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan publik;
8. Tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintahan Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
9. Cakupan wilayah Desa mininal 3 (tiga) dusun.

TATA CARA PEMBENTUKAN DESA
1. Pemerintah Daerah dapat memprakarsai pembentukan Desa dimana Bupati bersama Kepala Desa melakukan pembahasan untuk pembentukan Desa;
2. Apabila hasil pembahasan telah disepakati, Bupati menerbitkan keputusan Bupati tentang pembentukan Desa melalui pemekaran Desa atau penggabungan bagian Desa;
3. Pemerintah Daerah melakukan sosialisasi rencana pemekaran Desa kepada Pemerintah Desa induk dan masyarakat Desa yang bersangkutan atau rencana pembentukan Desa melalui penggabungan bagian Desa kepada Pemerintah Desa dan masyarakat Desa yang bagian Desanya digabung. Untuk pembentukan Desa melalui pemekaran Desa, maka:
4. BPD menyelenggarakan musyawarah Desa untuk mendapatkan kesepakatan masyarakat Desa terhadap rencana pembentukan Desa melalui pemekaran Desa berdasarkan prakarsa Pemerintah Daerah;
5. Hasil kesepakatan musyawarah Desa dituangkan dalam berita acara dengan dilengkapi notulen musyawarah Desa;
6. Berita acara hasil musyawarah Desa menjadi bahan penetapan keputusan Kepala Desa tentang persetujuan pemekaran Desa;
7. Kepala Desa mengusulkan secara tertulis pemekaran Desa kepada Bupati melalui Camat dengan melampirkan berita acara musyawarah Desa dan keputusan Kepala Desa. Untuk pembentukan Desa melalui penggabungan bagian Desa, maka:
8. BPD masing-masing Desa yang bagian Desanya digabung menyelenggarakan musyawarah Desa untuk mendapatkan kesepakatan masyarakat Desa terhadap rencana pembentukan Desa melalui penggabungan bagian Desa berdasarkan prakarsa Pemerintah Daerah;
9. Hasil kesepakatan musyawarah Desa dituangkan dalam berita acara dengan dilengkapi notulen musyawarah Desa;
10. Berita acara hasil musyawarah Desa menjadi bahan dalam kesepakatan penggabungan bagian Desa dalam bentuk keputusan bersama yang ditandatangani oleh para Kepala Desa yang bersangkutan;
11. Para Kepala Desa secara bersama-sama mengusulkan secara tertulis penggabungan bagian Desa kepada Bupati melalui Camat dengan melampirkan berita acara musyawarah Desa dan kesepakatan bersama kepala Desa;
12. Bupati setelah menerima usulan Kepala Desa akan membentuk tim pembentukan Desa Persiapan dengan Keputusan Bupati;
13. Tim pembentukan Desa Persiapan paling sedikit terdiri atas:
a. Unsur Pemerintah Daerah yang membidangi pemberdayaan masyarakat dan Desa, perencanaan, pembangunan Daerah, Peraturan perundang-undangan dan unsur perangkat daerah terkait lainnya;
b. Camat; dan
c. Unsur akademisi di bidang pemerintahan, perencanaan pengembangan wilayah, pembangunan, dan sosial kemasyarakatan.
14. Tim pembentukan Desa Persiapan bertugas melakukan kajian dan verifikasi persyaratan pembentukan Desa Persiapan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
15. Hasil kajian dan verifikasi persyaratan Desa Persiapan oleh tim pembentukan Desa Persiapan dituangkan ke dalam bentuk rekomendasi yang menyatakan layak-tidaknya dibentuk Desa persiapan dan disampaikan kepada Bupati;
16. Rekomendasi yang menyatakan layak menjadi bahan pertimbangan Bupati untuk melakukan pemekaran Desa;
17. Dalam hal Bupati menyetujui pemekaran Desa, Bupati menetapkan Peraturan bupati tentang pembentukan Desa Persiapan;
18. Bupati menyampaikan Peraturan Bupati kepada Gubernur untuk mendapatkan surat Gubernur yang memuat kode register Desa Persiapan;
19. Bupati meresmikan pembentukan Desa Persiapan berdasarkan surat Gubernur;
20. Desa Persiapan merupakan bagian dari wilayah Desa induk dan dapat ditingkatkan statusnya menjadi Desa dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan sebagai Desa Persiapan;
21. Berdasarkan Peraturan Daerah tentang pembentukan Desa, Bupati mengangkat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah sebagai Penjabat Kepala Desa;
22. Penjabat Kepala Desa dilantik bersamaan dengan diresmikannya Desa oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk;
23. Penjabat Kepala Desa melakukan tugas, wewenang, dan kewajiban yang sama dengan Kepala Desa;
24. Penjabat Kepala Desa paling lama 3 (tiga) bulan setelah dilantik melakukan antara lain:
a. Menyelenggarakan pemerintahan Desa;
b. Membentuk struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa;
c. Mengangkat perangkat Desa;
d. Memfasilitasi pengisian anggota BPD;
e. Membentuk lembaga kemasyarakatan Desa; dan
f. Memfasilitasi pemilihan kepala Desa serentak.
25. Dalam melaksanakan tugas Penjabat Kepala Desa Persiapan menyusun rencana kerja pembangunan Desa Persiapan dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat Desa Persiapan;
26. Rencana kerja pembangunan Desa Persiapan yang telah disusun disampaikan kepada Kepala Desa induk untuk dijadikan bahan penyusunan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk sebagai bagian kebutuhan anggaran belanja Desa Persiapan;
27. Penjabat Kepala Desa Persiapan ikut serta dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk;
28. Dalam hal Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk telah ditetapkan, terhadap anggaran Desa Persiapan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk pengelolaannya dilaksanakan oleh Penjabat Kepala Desa Persiapan;
29. Selama jangka waktu 3 (tiga) tahun, Desa Persiapan mendapatkan alokasi biaya operasional paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
30. Anggaran pembangunan sarana dan prasarana Desa Persiapan yang tidak mampu dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan dapat dibiayai oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Pusat;
31. Anggaran pembangunan sarana dan prasarana Desa Persiapan dapat dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk;
32. Penjabat Kepala Desa Persiapan bertugas melaksanakan pembentukan Desa Persiapan meliputi:
a. Penetapan batas wilayah Desa sesuai dengan kaidah kartografis;
b. Pengelolaan anggaran operasional Desa Persiapan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk;
c. Pembentukan struktur organisasi;
d. Pengangkatan perangkat Desa;
e. Penyiapan fasilitas dasar bagi penduduk Desa;
f. Pembangunan sarana dan prasarana pemerintahan Desa;
g. Pendataan bidang kependudukan, potensi ekonomi, inventarisasi pertanahan, serta pengembangan sarana ekonomi, pendidikan, dan kesehatan; dan
h. Pembukaan akses perhubungan antar Desa.
33. Penjabat Kepala Desa Persiapan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Kepala Desa induknya;
34. Penjabat Kepala Desa Persiapan melaporkan perkembangan pelaksanaan Desa Persiapan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali kepada:
a. Bupati melalui Camat; dan
b. Kepala Desa induk.

Berdasarkan rujukan diatas, diharapkan para penentu Kebijakan di Jawa Barat khususnya Bupati/Wakil Bupati, para Anggota DPRD Kabupaten, para Camat dan Kepala Desa, para Anggota Badan Permusyawaratan Desa dan para tokoh lingkungan pemerhati kemajuan masyarakat desa agar segera ambil langkah sistemik strategic membangun wilayah desanya dengan melakukan langkah perencanaan dasar sesuai konstitusi di negara kita dengan melakukan Perencanaan Pemekaran Desa/Kelurahan secara terukur dan terencana agar berdampak yang berjangka panjang untuk kemajuan anak cucu kita sebagai modal membangun Indonesia di Jawa Barat.**RED

Tinggalkan Balasan