Bandung, Sri-media.com – Bimbingan Teknis bagi SDM Anggota Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dilaksanakan secara tatap muka di Hotel Aryaduta, Kota Bandung, Rabu, 15 Mei 2024 s.d Jumat 17 Mei 2024. Kegiatan ini difasilitasi dengan sangat baik oleh Direktorat Pemberdayaan Konsumen pada Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
Bimtek ini dikuti oleh 60 (enam puluh) orang peserta dari 30 (tiga puluh) LPKSM di Provinsi Jawa Barat, Banten, dan Jakarta yang telah memenuhi syarat. Dari 3 (tiga) LPKSM dari Kab. Bandung Barat yang menjadi peserta, salah satunya adalah LPKSM Yayasan Suara Konsumen Cerdas (YSKC) dengan mengutus Ir. H. M. Imam Machfudi Noor, Ketua YSKC dan Desmanjon Purba, S.S. pegiat perlindungan konsumen pada YSKC Kab. Bandung Barat.
Pembicara yang dihadirkan antara lain Dr. Albertus Usada, S.H., M.H. selaku Hakim Tinggi Pemilah Perkara Perdata Khusus, Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan moderator Dr. Firman Turmantara Endipraja, S.H., S.Sos., M.Hum selaku Ketua LPKSM Suara Konsumen Nusantara, dan Dr. Henny Marlyna, S.H., M.H., M.L.I. selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) dengan moderator Hariang Dede Taufik, S.S. selaku Ketua LPKSM Wahana Indonesia.
Chandrini Mestika Dewi, Direktur Pemberdayaan Konsumen dalam sambutannya mengatakan bahwa perkembangan perdagangan di Indonesia maupun global semakin terbuka. Barang dan jasa yang tersedia di pasar offline dan online semakin beragam. Potensi permasalahan akan timbul semakin banyak seperti barang/jasa tidak memenuhi standar yang beralku, ketidaksesuaian barang/jasa dengan iklannya, klausula baku yang tidak sesuai dengan ketentuan, dan sebagainya.
“Hal ini menjadi sebuah kewajiban bagi pemerintah untuk selalu mengantisipasi permasalahan yang berpotensi timbul, “kata Chandrini, di hadapan peserta Bimtek, Bandung, Kamis, 26/5/2024.
Chandrini menambahkan, LPKSM memiliki tugas yang strategis untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen di Indonesia. “Pemerintah perlu melakukan peningkatan kapasitas SDM LPKSM melalui Bimtek bagi SDM Anggota LPKSM, dan diharapkan LPKSM yang mengikuti Bimtek ini dapat melaksanakan tugas dengan baik sesuai UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan menjadikan konsumen di wilayahnya masing-masing menjadi konsumen yang berdaya, ”papar Chandrini.
Legal Standing LPKSM dan Gugatan Legal Standing oleh LPKSM
Pembicara pertama Dr. Henny Marlyna,S.H., dosen FH UI mengatakan terdapat 2 (dua) posisi hukum (legal standing) LPKSM dalam mengajukan gugatan sengketa konsumen di pengadilan, yaitu sebagai kuasa hukum pengugat/konsumen dan sebagai penggugat dengan mengajukan gugatan legal standing. LPKSM/Personil LPKSM dapat menjadi kuasa hukum penggugat/konsumen dalam gugatan biasa/gugatan sederhana yang dilakukan oleh konsumen perorangan serta gugatan kelompok (class action),.
“Dalam beracara di Pengadilan, sesuai Pasal 46 ayat (1) huruf c, maka LPKSM terlebih dahulu harus memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen, dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya, “papar Henny di hadapan peserta Bimtek 2024 di Bandung,16/5/2024.
Kata Henny, dalam hal membantu konsumen memperjuangkan haknya terutama dalam pengajuan gugatan terkait sengketa konsumen, maka Pengurus LPKSM harus memahami legal standing dalam pengajuan gugatan.
”LPKSM harus mampu membedakan antara kapasitas LPKSM (kelembagaan) sebagai Pengugat dalam Gugatan Legal Standing dan kapasitas pengurus LPKSM secara personil sebagai kuasa hukum penggugat (konsumen), “terang Henny.
Henny menegaskan bahwa pengurus LPKSM yang dapat menjadi kuasa hukum “hanya” yang telah berstatus sebagai advokat. Namun “masih” dimungkinkan untuk mengajukan permohonan Surat Kuasa Insidentil dari Ketua Pengadilan Negeri sepanjang memenuhi persyaratan sebagai LPKSM.
Catatan penting lainnya, kata Henny, ketika LPKSM mengajukan gugatan legal standing, maka kepentingan yang diperjuangkan oleh LPKSM sebagai penggugat adalah kepentingan umum (konsumen dalam arti luas) tidak boleh hanya kepentingan individual konsumen.
*Klausula Baku, Perjanjian para Pihak yang “Berimbang”*
Dalam hal klausula baku, Henny yang juga bekerja sebagai Mediator pada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK) itu menjelaskan bahwa klausula baku harus dibuat dengan mengedepankan prinsip keseimbangan,keadilan, dan kewajaran, Jika tidak mengedepankan prinsip ini, dapat mengakibatkan perjajian dibatalkan olehpengadilan. “Asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata tidak bersifat absolut, terdapat pembatasan! ”tegas Henny.
Henny berpendapat bahwa hakim berwenang melalui tafsiran hukum untuk meneliti dan menilai serta menyatakan kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian berada dalam keadaan yang tidakseimbang, sehingga salah satu pihak dianggap tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya dan menyebabkan perjanjian dapat dibatalkan.
“Hakim sebagai pembentuk hukum (judge made law) berwenang menambah, mengurangi, atau meniadakan syarat-syarat yang ditentukan dalam kontrak, “papar Henny.
Gugatan Sederhana
Pembicara kedua, Hakim Tinggi MA RI, Dr. Albertus Usada, S.H. mengajak agar pegiat LPKSM melalui pendekatan kasus (case approach) dapat mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum dalam praktik hukum berdasarkan putusan badan peradilanyang telah berkekuatan hukum tetap terhadap kasus-kasus atau perkara in-concreto. “Beberapa putusan badan peradilan tersebut dapat dipelajari untuk memperoleh suatugambaran tentang implikasi atau dampak dimensi pernormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik peradilan, dan menggunakan hasil analisisnya untuk bahan masukan (input) atau rekomendasi dalam eksplanasi penegakan hukum guna penyelenggaraan perlindungan konsumen oleh LPKSM koheren dan konsisten dengan norma peraturan perundang-undangan,” papar Albertus di Bandung, Kamis, 16/5/2024.
Menurutnya, pegiat LPKSM diharapkan untuk segera dapat mengetahui dengan baik terkait formal prosedural seperti pendaftaran perkara secara elektronik, persidangan elektronik, bukti elektronik, Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), direktori putusan, putusan penting (landmark decision), restatemen, dan kompilasi kaidah hukum.
”Pegiat perlindungan konsumen juga perlu membaca material subtansial lainnya seperti sistem kamar dan sejarah sistem kamar MA, kepaniteraan MA, serta yurisprudensi di MA, “kata Albertus, mantan Hakim Niaga itu.
Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi (supreme court) dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelanggaraan peradilan sekaligus mengisi kekurangan dan kekosongan hukum.
Produk MA seperti Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Gugatan Sederhana mendapat respon positif masyarakat dalam menyelesaikan sengketa dan mencari keadilan.
“Diatur dalam PERMA 4/2019 juncto PERMA 2/2015, sesuai dengan ketentuan pasal 1 angka 1 PERMA 4/2019, penyelesaian Gugatan Sederhana untuk gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah), dengan hakim Tunggal, dengan penyelesaian 25 hari kerja, “papar Albertus.
Kata Albertus, gugatan sederhana tidak termasuk perkara yang penyelesaian sengketanya melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan; atau Sengketa Hak atas Tanah. Terhadap pihak Tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana.
“Ketentuan umum lainnya adalah bahwa Subjek Gugatan Sederhana (Penggugat dan Tergugat) tidak boleh lebih dari 1 (satu), kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama, serta Pengugat dan Tergugatnya berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama, “tambah Albertus.
Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action)
Di hadapan peserta, Albertus mengatakan bahwa Gugatan Perwakilan Kelompok (GPK) atau Class Action diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2002. Class Action ini merupakan suatu cara pengajuan gugatan yang dilakukan satu orang atau lebih untuk bertindak mewakili kelompok untuk diri sendiri dan sekaligus mewakili anggota kelompok yang jumlahnya banyak.
“Orang yang mewakili dengan anggota kelompok yang diwakili memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum, ”ujar penerima sertifikasi ToT on Intelectual Property Rights Course, JICA, 2020 ini.
Organisasi Kemasyarakatan/Lembaga Swadaya Masyarakat dapat mengajukan Gugatan untuk Kepentingan Masyarakat, antara lain Perkara Lingkungan Hidup dan Perlindungan Konsumen. “Dalam perkara perlindungan konsumen. Yang dapat dituntut (petitum) dalam gugatan adalah ganti kerugian sepanjang atau terbatas pada kerugian atau biaya/ongkos yang diderita atau dikeluarkan oleh Penggugat, “kata Doktor Ilmu Hukum Keperdataan ini. (Red-01)