PEKERJAAN PENINGKATAN JALAN WILAYAH SELATAN KBB SELALU SAJA MENUAI POLEMIK. KEPADA PT.BRANTAS ABIPRAYA ATAU PT.BODIACS , KECAMAN MASYARAKAT HARUS DITERIAKAN? “INGAT BOS , MASYARAKAT JUGA BERHAK MENGAWASI”

Bandung Barat-sri-media.com Pekerjaan Peningkatan Jalan Selacau-Cililin, Cililin-Sindangkerta, Sindangkerta-Celak, Celak-Gununghalu, Bunijaya-Cilangari, Cilangari-Cisokan, dan Pembangunan Jembatan Tajim , selalu saja menuai polemik.

Kontraktor pelaksana proyek pembangunan jalan wilayah selatan KBB tersebut adalah PT Brantas Abipraya KSO PT.Bodiacs , ibarat orang sudah “mopo” , makin “ter-engap-engap” ditengah kewajiban untuk menuntaskan pekerjaannya , sehingga akhirnya menggerus performa profesionalitasnya disertai turunnya kepercayaan publik.

Di sisi lain , fungsi pengawasan oleh masyarakat seakan sudah di abaikan oleh para pihak yang terlibat dalam mega proyek ini.
“ingat bos , kami , masyarakat juga berhak mengawasi dan memberi penilaian , walau hanya sebuah commen di media sosial” kata mereka.

Bagaimanapun , sudah menjadi pengetahuan umum. Kontraktor pelaksana proyek ini banyak diterpa berbagai persoalan , dimulai dari keterlambatan penyelesaian pekerjaan , berkali-kali terjadi penambahan waktu kontrak , terancam kena denda hingga sanksi masuk daftar hitam (Blacklist) , pengelolaan managemen proyek yang semrawut , tidak adanya humas yang kapabel , munculnya aparat menjadi backing dan memarahi wartawan , penyelesaian pekerjaan yang mengandalkan para subcon sementara hutang pada para subcon yang lain belum terbayarkan , hingga persoalan-persoalan lainnya.

Kalau berkesempatan berbincang dengan orang-orang yang pernah atau sedang menjadi subcon di proyek itu , baik borong pekerjaan atau menjadi supplier material , semua mengatakan keluhannya tentang berlarut-larutnya pembayaran dari PT.Bodiacs , sehingga ada subcon yang harus menjual atau menggadaikan asset pribadinya , mobil , motor bahkan tanah untuk membayar utang material dan melunasi upah para tenaga kerjanya.

Hingga belakangan ini , muncul lagi isyu yang lain , yang mengarah pada fakta tentang kualitas pekerjaan yang diduga bermasalah , baik Pekerjaan Jalannya , Jembatan ataupun TPT nya.

Masalah kualitas pekerjaan tersebut , sudah menjadi pembicaraan masyarakat pengguna jalan di wilayah selatan , dimulai dari Tembok Penahan Tanah (TPT) yang ambruk dimana-mana atau TPT terbawa longsor , yang membuktikan tidak kuatnya menahan beban dan tekanan.
“itu persoalan kualitas TPT nya , jangan berdalih pada beban tanah , karena TPT dibangun justeru untuk menahan beban itu” kata orang-orang.

Ditambah , dibanyak titik terdapat pekerjaan yang tidak segera diselesaikan , sehingga banyak menimbulkan lubang dan genangan air yang membahayakan pengguna jalan , belum lagi persoalan macet dan buka tutup jalan seakan sudah menjadi “pemandangan abadi” dibeberapa tempat di sepanjang jalan wilayah selatan itu.

Yang paling update adalah tersebar informasi dan video yang menunjukan kualitas beton yang kurang optimal , itu terjadi di pekerjaan jalan ruas 5 (Bunijaya-Cilangari) , dimana beton yang sudah mengeras , diupayakan dicairkan kembali ,
dengan diberi semacam campuran pengencer beton , kemudian dipaksakan untuk di hamparkan/dicorkan. Sementara
Batching Plant-nya , tempat produksi ready mix-nya , berada di Kp.Kubang Desa Bunijaya.

Dugaan pengerjaan jalan yang tidak berkualitas itu diungkapkan oleh sejumlah warga Desa Cilangari yang berada dilokasi tersebut :
“kami , warga disini , curiga dengan kualitas beton yang digunakan untuk pembangunan di ruas jalan ini , masa di sepanjang 950 M , dan belum dipakai (belum adanya beban/tekanan-red) , timbul retakan-retakan sebanyak 12 titik , selain itu , beton masih “lembek” padahal sudah berumur 10 hari.
Itu menunjukan komposisi semen portlandnya sangat kurang dari standar yang sudah di tentukan” ungkap Do (37) pada media.

Diwaktu yang tak berjauhan , tersebar juga informasi bahwa Tembok Penahan Tanah (TPT) di Jembatan Tajim “bejat” , bahkan hal itu dibenarkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) KBB, Doni TP Hutajalu , dan akan segera di carikan solusinya, katanya ,(berita BBPOS, Selasa,8/11/2022).

Namun menurut warga masyarakat yang mengetahui informasi itu , dengan nada yang kritis mengatakan :
” mau tidak mau TPT itu merupakan bagian dari jembatan , TPT diperlukan untuk mendukung kekuatan dan performa jembatan , kecuali TPT nya itu berada jauh dan tidak ada hubungannya dengan jembatan , jadi ketika TPT itu bejat dan akan runtuh , yang kemudian jadi pertanyaan dan jadi kekhawatiran masyarakat adalah kondisi jembatannya itu sendiri ” salah satunya di ungkapkan oleh Rachmat Faizal warga di Kecamatan Gununghalu.

Menurut kebanyakan masyarakat :
“Terlepas pekerjaan konstruksi tersebut , baik jalan , Jembatan ataupun TPT , dikerjakan oleh subcon atau oleh PT.Bodiacs secara langsung , bagi masyarakat yang mereka tahu adalah cuma dinas PUTR KBB , PT.Brantas Abipraya dan Kerjasama Operisional (KSO) dengan PT.Bodiacs , para pihak itulah yang akan mendapat sorotan , dan yang bertanggungjawab”, komentar masyarakat itu.

“Mengenai kualitas pekerjaan dan Kualifikasi perusahaan kontraktor itu , bagi masyarakat yang ada cuma 2 : “BEKUALITAS atau TIDAK BERKUALITAS” …. “PROFESIONAL atau TIDAK PROFESIONAL” , diluar itu hanyalah argumentasi atau dalih yang berkesan membodohi masyarakat” , kata warga-warga itu menambahkan.

Karena mengetahui bahwa Pekerjaan Jalan di Ruas 5 (Bunijaya-Cilangari) dan Pembangunan Jembatan Tajim itu di kerjakan oleh salah satu Subcon , demi mendapat keterangan dan penjelasan yang konprehensif , demi menjaga marwah kode etik , awak media massa berupaya untuk menemui dan bermaksud berkomunikasi dengan subcon tersebut.

Namun setelah berhari-hari berusaha , mencari cara dan menunggu , upaya normatif itu selalu menemukan jalan buntu , tidak menemui titik temu , bak berhadapan dengan tembok benteng beton yang kuat nan kokoh , walau sayang tidak seidentik dengan kekuatan beton yang dipakai di jalan dan TPT di Tajim itu ,
namun media juga senantiasa memegang asas praduga tak bersalah.

Akhirnya yang dapat ditemui hanyalah salah seorang yang mengaku sebagai pelaksana dari subcon itu , EdG.
Dalam pertemuan itu , EdG menunjukan pesan WhatsApp dari “BOS SUBCON” yang maknanya , kurang lebih :
“Jangan bicara masalah teknis dengan orang media , ajak ngobrol aja , suguhin kopi , roko , karena tamu , dan kasih aja buat bensin”

Pesan WhatsApp itu dapat di indikasikan sebagai sebuah “peng-abaian” terhadap kapasitas sosial control , sebuah bentuk pandangan sebelah mata , sebuah penghinaan profesi media , pengingkaran terhadap essensi UUD 40 tahun 1999 tentang Pers , sebuah pengkhianatan spirit reformasi yang melahirkan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Padahal selama di berikan fakta , narasumber serta penjelasan yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan , media juga bisa digunakan sebagai pembentuk opini untuk mengcounter dan mengeleminir opini yang sudah berkembang di masyarakat.

“Kami bukan pengemis bos , kami Sosial Control yang juga sebagai putera daerah KBB di Wilayah selatan , atau anggap saja , kami , warga setempat yang ingin bertemu dengan seorang bos yang sudah bersedia meminjamkan uang untuk Bodiacs , dan nanti akan dibayar olehbm uang pinjaman dari SMI”….
“Kami jangan di anggap tamu , apalagi oleh orang yang numpang cari untung di Bandung Barat “.

“Gitu aja repot” kata Alm.Gusdur.
* GUS & TIM.

Tinggalkan Balasan