BANDUNG, sri-media.com- Tanpa mengenal lelah perjuangan 9 mantan karyawan PT DI terus berlanjut dengan penuh semangat dan optimisme, mereka kembali menyuarakan suara dan aspirasinya kepada para wakilnya yakni DPRD Kota Bandung dalam hal ini komisi IV dianataranya membidangi masalah Ketenagakerjaan, Jumat (3/1) dalam agenda Rapat Kerja Komisi IV DPRD Kota Bandung.
Hadi Prasongko, selaku juru bicara dari 9 mantan karyawan PT DI saat dimintai komentarnya olah ketua komisi IV tentang kronologis kejadian, menerangkan secara garis besarnya permasalahannya bahwa inti permasalahan uang pensiun kami belum terselesaikan yang dipicu oleh kebijakan PT DI, dimana kebijakan awalnya kita ini sudah pensiun tetapi dipekerjakan kembali karena perusahaan belum punya dana untuk membayar pesangon, jadi kita dipekerjakan kembali dengan status PKWT (pekerja waktu tertentu), hal ini sudah berjalan lama sejak tahun 2017 sampai 2024, saat itu masih tenang karena berjalan sesuai peraturan/rencana, jelas Hadi.
Namun selanjutnya dtuturkan Hadi, di bulan Maret 2024 PT DI memutuskan memberhentikan pekerja yang PKWT dimana total karyawannya ada sekitar 700 – 800 orang walau kita sempat kaget namun tidak bermasalah tetapi masalah pesangonnya bagaimana, dari situ kita berdiskusi dengan perwakilan divisi dari seluruh total karyawan PT DI tadi dengan serikat pekerja (red) PT DI untuk membantu membuat solusi kepada manajemen bagaimana mendapatkan dana untuk bisa cair.
Di bulan Mei 2024, kita sudah memberikan masukan dengan hasil pendapatan pembayaran kontrak 2023 atau di awal 2024 alhamdulilah kita punya kontrak yang tertandatangan sebesar 1,8 M (milyar) U$D atau sekitar 25 trilyun jadi dengan simulasi yang kita sampaikan dengan perhitungan yang cukup logis, sebetulnya uang pesangon sebesar 200 Milyar bisa dibayar dengan mekanisme pembayaran yang sudah kita sampaikan namun hal tersebut tidak mengena oleh manajemen PT DI tetapi dilain pihak manajemen memutuskan segera memberhentikan kita semua karena dengan alasan ada proses restruksisasi keuangan dengan perbankan terkait reschedul pembayaran hutang, maka akhirnya tanggal 4 Juni 2024 dikeluarkan surat keputusan membayar pesangon secara mencicil, sebetulnya kita bersama serikat pekerja sudah sepakat memang kalau dibayar secara lumpsum (semuanya-red) terasa berat karena waktunya mendesak terus apa yang kita usulkan tidak imbang tetapi cicilannya seperti apa?, papar Hadi lagi.
Mulai dari situlah masalah timbul karena pihak manajemen memaksakan untuk menyicil sebesar gaji karyawan setiap bulannya. Nah setelah disimulasi maksimal selama 32 – 36 bulan pesangon akan dibayarkan tergantung besar kecilnya pesangon yang diterimanya, inilah menjadi konsen dari kita karena pemasukan/cicilan sebesar gaji tidak akan ada azas manfaatnya setelah 36 bulan lunas terus bagaimna? Nah konsiderasi ini akan dimintakan kepada pihak manajemen untuk membuat model cicilan yang lain.
Dari situ butuh waktu dan engga ada respon maka kita membuat surat tertulis yang akhirnya SKEP keluar no 274 itu, yang tidak setuju dianggap tidak mau cicilan maka akan dibayar lumpsum kalau PT DI sudah ada uangnya, ini yang membuat kita berat sebagian besar karyawan yang sudah pensiun kalau tidak ikut program manajemen malah nanti gimana nasib pesangon takut tidak jelas, akhirnya sebagian karyawan menerimanya karena memang bahasanya dalam surat keputusan itu wajar tanpa parameter yang jelas tanpa kondisional yang jelas pula, akhirnya dari 700 orang yang setuju tinggal 9 orang awalnya 14 orang tidak setuju, makanya namanya sebelumnya PKWT 14 yang tersebar dari berbagai Divisi selanjutnya membuat grup lalu bersurat, melakukan pendekatan serta beraudensi dengan Dirut, Dekom, Dirut PT. LEN , semuanya positif kita mengerti, namun hasil akhirnya tidak jelas menggantung.
Makanya kita mendatangi Disnaker untuk membuat laporan dan alhamdulilah diterima oleh mediator Asep R Mardana dan dilakukan medisiasi tri partit selama dua kali, namun dipertemuan pertama pihak perusahaan tidak hadir dengan alasan ada keperluan lain, peremuan kedua hadir namun yang hadir perwakilannya tapi tidak ada surat kuasa jadi tidak ada keputusan juga tidak ada opsi cara bayar cicilan yang lain. Akhirnya kita minta arahan dari disnaker maka keluarlah surat risalah dimana Disnaker menyarankan untuk melanjutkan ke sidang PHI.
Maka kita pun langsung memfollow up nya ke PHI (pengadilan hubungan industrial) dimana sidang pertamanya pada tanggal 11 Desember 2024, namun tidak di hadiri oleh PT DI dan ini membuat Hakim juga marah/kecewa sebab tergugat tidak hadir tanpa ada keterangan. Maka kesembilan ( 9 ) orang hadir disini dalam rapat kerja Komisi IV memohon kepada para anggota dewan bagaimana supaya solusi terhadap permasalahan ini cepat selesai, tambah Hadi dalam mengakhiri dengar pendapatnya di depan Ketua dan anggota komisi IV.
Asep R Mardana selaku mediator antara PT DI dengan 9 mantan karyawannya, dalam dengar pendapatnya bersama komisi IV, menuturkan dirinya sebelumnya menyampaikan aspirasinya kepada para mantan karyawan PT DI karena ada hal-hal yang baik dalam penanganan penyelesain masalah ini, namun diakui dirinya bahwa selaku mediator kalau perselisihan ini tidak ada perjanjian yang ditandatangi bersama atau tidak ada kesepakatan bersama dirinya dan tim mediator lannya merasa kurang puas, tegas Asep.
Dijelakan Asep, sebelum adanya tri partit pertama-pertama adanya pengaduan dari mantan karyawan PT DI, maka dirinya langsung melakukan verifikasi terlebih dahulu, selanjutnya dipanggilah verifikasi pertama tetapi para pihak tidak membawa surat apapun sampai verifikasi kedua, akhirnya dilakukanlah pemanggilan mediasi, dimana mediasi pertama dihadiri oleh Cahya selaku kuasa hukum PT DI, namun hasilnya kurang memuaskan karena tidak membawa surat khusus yang dapat memutuskan sesuatu.
Bahkan sebelum pemanggilan kedua, dirinya mengarahkan supaya di dalam pemanggilan kedua dilakukan tri partit terlebih dulu, kami pun selaku pihak mediator menunggu informasinya bagaimana hasinya antara pihak eks karyawan PT DI dengan manajemen kebetulan saat itu dihadiri holdingnya, namun begitu kami tidak diam tetap ada komunikasi dengan pihak manajemen dalam komunikasi itu dibicarakan tentang 9 orang karyawan yang meminta pembayaran dengan cara 50% terlebih dahulu dan sisanya dicicil 12 bulan sebab mereka ini tidak setuju kalau dibayar sebanyak 36 kali, namun itu pun tidak ada jawaban juga bahkan tidak ada penawaran dari PT DI. Adapun alasan perusahaan disebabkan adanya kebijakan dari kementrian BUMN yaitu tentang Penyehatan perusahaan, jadi alasan perusahaan selalu kesitu, ujar Asep.
Selanjutnya Asep menginformasikan dalam dengar pendapat tersebut, kenapa yang 9 orang belum mendapatkan kesempatan mendapatkan penghasilan atau cicilan karena belum ada kesempatannya. Sedangkan karyawan yang lainnya sudah menerima sejak bulan Agustus 2024, menurutnya bahwa dibulan Oktober Nopember dirinya selaku mediator sudah berdiskusi dengan pihak PT DI ternyata karyawan yang lainnya telah membuat kesepakatan yang ditandatangani atau perjanjian bersama serta sudah mendapatkan cicilannya dari yang 36 kali apalagi sekarang sudah semua karyawannya kecuali minus 9 orang sebab belum sepakat atau setuju dengan dicicil sebanyak 36 kali.
Bahkan Asep pun sudah menyarankan ke PT DI untuk ditawar lagi tidak 50% dan sisanya 12 kali, berapa perusahaan sanggupnya namun dengan alasan takut nanti karyawan yang komplain maka tetap saja manajmen dengan pendiriannya di cicil 36 kali, padahal munurut nya tidak akan ada masalah dengan karyawan yang lainnya karena mereka sudah menandatangani kesepakatan bersama dan ini telah didaftarkan ke PHI jadi tidak ada lagi gugatan karena sudah di kunci di PHI tetapi tetap PT DI tidak mau juga dengan alasan kebijakan mentri BUMN tadi, papar Asep.
Ketua komisi IV, H. Iman Lestariyono dalam pemaparannya pada prinsipnya dirinya memahami dengan apa yang diperjuangkan oleh 9 orang mantan karyawan PT DI sebab betul kalau pesangon dibayar secara langsung tidak dicicil dapat dikelola untuk bisnis para mantan karyawan tetapi kalau pesangon dibayarnya dicicil akan habis tak jadi apa-apa, namun karena ini sudah masuk ranah PHI sebab ketika upaya tri patit yang sudah dilakukan mentok ujungnya pasti ke pengadilan yang memutuskan dan pasti ada konsekwensinya semuanya juga.
Dirinya selaku ketua komisi IV dan para anggota akan memberikan penguatan kepada 9 orang yang sedang berjuang untuk menuntut haknya dan ini menjadi PR (pekerjaan rumah-red) kita. BUMN, begitupun BUMD kita melihatnya miris melihat kondisinya seperti ini artinya perjuangan ini, akan kita terus suarakan bagaimana pemerintah itu kedepannya, dimana BUMN, BUMD harusnya profit tetapi faktanya demikian adanya seperti halnya PT DI sebagai cerita panjang. Maka di pengadilan nanti keputusannya apakah perusahaan itu pailit atau tidak akan dibuktikan. Tetaplah terus berjuang apapun hasilnya nanti, tegas Iman selaku ketua komisi IV, dalam mengakhiri tanggapannya.
(buds)