Bandung-sri-media.com Proyek perbaikan basement Kantor DPRD Jawa Barat (Jabar) ternyata sempat menyisakan masalah. Proyek pada 2022 itu menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas audit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022.
Masalanya, proyek yang semestinya bisa di tender atau lelang tapi justru dipecah menjadi enam paket pengadaan langsung. Akibatnya proyek itu memiliki catatan kelebihan pembayaran dan pemborosan anggaran karena pembayaran lebih mahal.
Berdasarkan data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK 2022, BPK mencatat bahwa dalam proyek perbaikan struktur itu ada enam penyedia yang menandatangani kontrak. Yakni CV WHA, CV YUP, CV RSD, CV JHK, CV IDB, dan CV CKM. Nilai kontrak pengadaan langsung itu masing-masing tidak jauh berbeda. Nilainya sekitar Rp 195 juta. Jika ditotal ke enam paket itu mencapai Rp 1,174 miliar.
Menurut BPK, enam paket pengadaan langsung itu dibagi berdasar zona. Tapi tidak ada batas yang jelas antar zona di lapangan dan pekerjaan berada dalam satu hamparan.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pengelola Teknis Kegiatan (PPTK) berdalih bahwa pemcahan pemaketan pengadaan mempertimbangkan waktu yang sempit karena anggaran baru tersedia pada APBD Perubahan. Padahal PPK dapat melaksanakan tender sebelum dokumen anggaran disahkan dengan penandatangan kontrak setelah anggaran disahkan.
Boros Anggaran dan Kelebihan Bayar
Buntut tidak dilakukannya tender dalam pemilihan penyedia itu, BPK menemukan pemborosan anggaran karena adanya pembayaran yang lebih mahal sebesar Rp 88 juta. Itu berdasarkan uji petik kewajaran harga kontrak terhadap proyek tersebut.
Rinciannya adalah pembayaran wiremesh yang lebih mahal Rp 28 juta. Dan pembayaran pekerjaan beton K-350 yang lebih mahal sebesar Rp 59 juta. Selain itu BPK juga menemukan kelebihan pembayaran atas pekerjaan perbaikan basement itu. Totalnya mencapai Rp 56 juta. Kelebihan bayar itu terkait sejumlah uraian pekerjaan, seperti pekerjaan bouwplank dan pengukuran, pemberesan lahan dan bekas bongkaran, beton K-350, hingga pekerjaan sumur rembesan.
Pemecahan paket itu dinilai menyimpang berdasarkan Peraturan Presiden No 12 tahun 2021 tentang Pengadaan Baran dan Jasa Pemerintah. Di antaranya pada pasal 7 ayat 1 huruf f menjelasakan bahwa semua pihak yang terlibat dalam pengadaan barang atau jasa mematuhi etika menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara.
Lalu pasal 20 ayat 2 huruf d menyatakan bahwa dalam melakukan pemaketan pengadaan barang jasa dilarang memecah pengadaan barang jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari tender atau seleksi. Masih dalam perpres yang sama, pasal 12 juga menjelaskan bahwa pelaksanaan penunjukan langsung untuk pengadaan barang atau pekerjaan kontruksi atau jasa lainnya bernilai paling banyak Rp 200 juta.
Sementara itu, Kabag Umum Sekretariat DPRD Jabar Dodi Sukmayana memilih irit respon ketika dikonfirmasi atas temuan BPK tersebut. “Temuan BPK sudah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK atas temuan yang dimaksud,” singkatnya melalui pesan WhatsApp.***Red