Tidak tercapai kesepakatan, perselisihan mantan karyawan PTDI akan berlanjut ke PHI*

Bandung, sri-media.com — Perselisihan antara manajemen PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dengan mantan karyawannya yang tergabung dalam tim PKWT14, masih belum menemukan titik temu bagi kedua pihak.

 

Sebagaimana dimunculkan pada pemberitaan sebelumnya bahwa Perselisihan ini berawal dari surat keputusan Direktur Utama PTDI No.SKEP/274/030.02/UT0000/PT DI/06/2024, tentang pembayaran pesangon yang dicicil per bulan sebesar gaji bulanan yang diterima karyawan sampai lunas, paling lama 36 bulan.

 

Tim PKWT14 sangat keberatan dengan SKEP No. 274 tersebut, karena bertentangan dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tahun 2023, dimana telah disepakati bahwa uang pesangon akan dibayarkan secara tunai. Secara hierarki hukum SKEP no 274 tidak bisa mengalahkan PKB, karenanya SKEP no 274 cacat hukum.

 

Berikutnya pemberian pesangon dengan cara cicilan per bulan tidak mempunyai azas manfaat, karena jumlah cicilan yang diterima tiap bulan akan habis untuk kebutuhan hidup sehari-hari, tidak bisa dipakai sebagai modal untuk melanjutkan hidup. Dan, ketika cicilan lunas sudah tidak ada lagi pemasukan bahkan mungkin untuk makan sekalipun.

 

Tim PKWT14 mengungkapkan bahwa mereka bersedia melakukan perundingan dengan usulan Cicilan pertama 50% dan 50% sisanya dicicil selama 12 bulan. Proses musyawarah dan mediasi sudah 6 kali dilakukan, yaitu 3 kali pertemuan Bipartit dimana 2 pertemuan pertama tidak dihadiri oleh pihak PTDI, Bipartit Ketiga PTDI diwakili oleh Pengacaranya namun juga tidak memberikan penawaran lain selain sesuai SKEP No 274.

 

Direktur Utama PT LEN, selaku Ketua Holding Defend ID, telah memberikan arahan untuk melakukan musyawarah lagi guna mencari win win solution, dengan berpesan agar ada 4 azas yang perlu diperhatikan yaitu azas manfaat, kemanusiaan, kepastian dan etika.

 

Tanggal 6 September 2024, PT LEN mengatur mediasi pertama dengan mengajak kedua pihak untuk musyawarah mencari titik tengah, namun dalam mediasi tersebut pihak PTDI yang diwakili oleh Direktur Keuangan dan SDM tidak mengakomodir arahan dari Dirut PT LEN, dan tetap kembali kepada cicilan sesuai SKEP No. 274, sehingga musyawarah berakhir buntu tanpa hasil.

 

Dua kali mediasi selanjutnya dilakukan secara Tripartit, yang dipimpin oleh Mediator Pembinaan Hubungan Industrial Disnaker Kota Bandung Asep Rahayu dan Iman H.B. Mediasi Tripartit pertama tidak dihadiri oleh Pihak PTDI. Tripartit kedua, tanggal 8 Oktober 2024, manajemen PTDI diwakili oleh pengacaranya. Tetapi kembali tanpa hasil karena PTDI lagi-lagi tetap bersikukuh pada penawaran cicilan sesuai SKEP no. 274.

 

“Kami meminta kepada Disnaker agar Tripartit Kedua ini menjadi mediasi terakhir, dan mohon kepada Disnaker untuk memproses keluarnya Anjuran, karena sikap PTDI yang tetap bertahan dan sama sekali tidak membuka opsi apapun selain sesuai Skep No. 274, sehingga kami beranggapan bahwa tidak ada itikad baik dari PTDI”, ujar salah seorang anggota PKWT14 seusai mediasi.

 

Pengacara PKWT14 dari Law Firm Ikbar Firdaus Nurahman S.H. & Associates menyatakan “Memang sulit untuk memahami manajemen PTDI yang selalu bertindak seolah-olah undangan mediasi ini adalah sebuah agenda persidangan, dimana para pihak perlu menjelaskan/mempertahankan posisinya. Mereka lupa kalau ini proses mediasi, bermusyawarah untuk mencari kesepakatan.”

 

Pengacara PKWT14 yang diwakili oleh Candra Kuspratomo, S.H. menambahkan bahwa pihaknya memang sudah minta kepada Disnaker Kota Bandung agar Anjuran bisa segera dikeluarkan untuk dijadikan sebagai referensi yang akan segera kita lanjutkan ke Persidangan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

 

Pengacara PKWT14 ini sangat prihatin dengan nasib mantan Karyawan PTDI yang rata-rata sudah mengabdi selama 35 tahun, namun malah dihari tuanya mereka tidak mendapatkan hak pesangonnya sesuai ketentuan yang berlaku. Undang-Undang Ketenagakerjaan itu ditetapkan oleh pemerintah untuk ditaati tanpa kecuali. Kewajiban membayar Pesangon adalah mutlak.

 

Pada awal tahun 2023, Direktur Utama PTDI bersama-sama dengan 4 Serikat Pekerja PTDI menandatangani Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang antara lain mengatur bahwa Uang Pesangon dibayarkan secara tunai. Dengan demikian PTDI dengan sadar menyatakan bahwa perusahaan akan mampu membayar uang Pesangon secara tunai.

 

Terlebih lagi dilihat dari laporan keuangan PTDI pada 3 tahun terakhir (2021, 2022 dan 2023) yang positif. Tidak diketahui apa yang terjadi sehingga di pertengahan tahun 2024 Dirut PTDI memaksakan keluarnya SKEP no 274 dengan alasan kesulitan keuangan, suatu alasan yang tidak diatur dalam Undang-Undang, dan secara hukum SKEP tersebut tidak bisa mengalahkan PKB tahun 2023.

 

“Seharusnya musyawarah adalah jalan untuk menyelesaikan perselisihan, namun sayang disia-siakan oleh PTDI” ujar Candra.

 

Selain uang Pesangon, ada 8 hak lainnya yang dituntut oleh Tim PKWT14, yaitu : Iuran BPJS Ketenagakerjaan yang tertunggak selama 14 bulan, Penggantian biaya berobat, Penggantian biaya-biaya lain, Tunjangan Cuti Besar, serta Uang Perjalanan Dinas yang sudah tidak pernah dibayarkan sejak tahun 2022.

 

Hak-hak itu juga pasti sangat berdampak bagi karyawan tetap maupun karyawan PKWT lain. Ditambah dengan hak-hak lain sesuai Undang-Undang yaitu Hak Karyawan selama masa perselisihan, Uang Kompensasi PKWT, serta Uang Proses perselisihan.

 

Terkait iuran BPJS Ketenagakerjaan yang tidak disetorkan oleh manajemen PTDI sehingga patut timbul dugaan telah terjadi penggelapan dana Iuran BPJS. Pihak Pengacara PKWT14 sudah melayangkan surat untuk meminta klarifikasi kepada pihak PTDI, namun hingga berita ini diturunkan belum ada response dari PT DI.

 

“Apabila dalam waktu dekat, PTDI tidak memberikan tanggapan atas surat permintaan klarifikasi tersebut maka akhir minggu ini kami akan susulkan dengan Somasi”, pungkas pengacara PKWT14 ini.

 

Hendaknya, permasalahan hubungan industrial ini mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan instansi terkait lainnya. Apalagi ini terkait dengan perusahaan besar milik pemerintah (BUMN). Sehingga, tidak menjadi preseden buruk bagi perusahaan yang lainnya. (Red-01/Tim)

Tinggalkan Balasan