Oleh, H. Jaenudin.S.Sos.
Korupsi di Asuransi Angkatan Bersenjata (ASABRI) mencapai, 23, 7 trilun, dan para tersangka sebagian sudah ditahan Kejaksaan Agung dan yang lainnya masih dalam tahap penyelidikan. Berdasarkan pers rilis Kejagung diketahui 3 orang mantan Direktur Utama Asabri sudah ditahan Kejagung untuk kasus korupsi yang terjadi sejak tahun 2012 -2018, dan peran pengawas Asabripun dipertanyakan.
Saya, salah seorang peserta asuransi, yang masuk menjadi anggota Asabri pada tahun 1984, dan pada tahun 2023, akan memasuki masa pensiun, berharap ada perubahan dalam penerimaan dana pensiun dari Asabri. Penulis, mendapat, informasi yang berasal, dari rekan- rekan yang pensiun pada tahun 2018 sampai 2021 bahwa mereka mendapat dana pensiun dari Asabri di kisaran 50 – 60 Juta.
Adapun para peserta Asabri, terdiri dari, pegawai negeri (ASN), TNI (Darat, Laut dan Udara), serta anggota Polri termasuk Amannya.
Walaupun berdasarkan UU No.2 tahun 2002, tentang Kepolisian negara dan UU No. 32 tahun 2002, tentang TNI, secara organisasi Polri tidak lagi berada dalam lingkup ABRI/ TNI. Namun, untuk Asuransi tidak berpisah artinya masih tetap ikut menjadi peserta Asabri.
Saat ini tabir korupsi di Asabri terbuka sudah. Beberapa aset hasil korupsi mulai disita oleh Kejaksaan Agung, Namun yang penting dari semua itu. Pertanyaan yang muncul dibenak para pensiunan, Apakah para pensiunan yang sudah lama akan menerima uang lebih (kompensasi) ? Atau, mereka tetap sesuai yang telah dibayarkan ?
Setelah sekian puluh tahun uang Prajurit, anggota serta ASN, disalah gunakan oleh para pimpinan Asabri setingkat Direktur Utama yang notabene rata – rata berpangkat Bintang 1 sampai 2. (Brigjen dan Mayjen). Penulis tidak habis pikir. Kok, tega mereka menyalahgunakan uang bawahan/ prajurit (grosroot)? Apakah mereka sudah tertutup mata hatinya, Mereka berlimpah ruah dengan materi, bahkan uang asuransi anggota bisa disimpan dalam usaha penerbangan (pesawat terbang) membuka pom bensin, memiliki ratusan hektar tanah, kendaraan mewah dan hasilnya dimakan oleh pribadi. Sementara nasib para pensiunan, tidak berubah dan yang lebih menyakitkan uang tabungan pensiun para bawahan disimpan atau dalam bahasa Sunda “di golangkan” di para cukong. Dan, penghasilan atau keuntungan hanya digunakan untuk kepentingan pribadi bukan demi kesejahteraan para peserta asuransi.
Adakah perubahan?
Nasi sudah menjadi bubur, karena dilandasi sumpah prajurit, Sapta Marga dan Tribrata. Para pensiunan tidak membuat keruh situasi, hanya berharap agar para pensiunan yang memasuki purnatugas mendapat dana kompensasi, atau dana tambahan dari aset – aset yang telah disita oleh Kejaksaan Agung. Juga terhadap para pelaku dihukum seberat – beratnya, karena mereka telah mengkhianti amanah, yang diberikan dan mereka sudah lupa dengan sumpah prajurit dan Sapta Marga dan pesan dari jenderal kharismatik Sudirman ” Pelihara TNI, Pelihara Angkatan Perang Kita, jangan dikuasai partai politik manapun. Ingat, bahwa prajurit kita bukan prajurit sewaan, bukan prajurit yang mudah dibelokkan haluannya, kita masuk dalam tentara, karena ke Insyafan jiwa dan sedia berkorban bagi bangsa negara dan negara.
Apakah doktrin tersebut masih berlaku atau sebagian oknum petinggi sudah tak mendengar. Begitupun di Kepolisian, kita mengenal tokoh berjiwa besar ketika menangkap pelaku kejahatan dan berbenturan dengan pihak kekuasaan (diera orba) beliau, daripada melepaskan pelaku kejahatan / penyelundupan malah siap dipecat, Ingat, Jenderal Hoegeng Imam Santoso, dan tokoh kharismatik, Baharudin Lopa ( Kajagung).
Dan, apakah saat ini masih ada, para penegak hukum, yang menjadikan hukum sebagai Panglima?
Medio Maret 2021
Penulis, pemerhati kepolisian dan sosial.