Nalari Rafli Alfarizi Wahyudin tentang Kehidupan

Cianjur SRI-media com,Pernahkah teman-teman mendengar “Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin”? Tentu saja, kalimat tersebut sudah tidak asing lagi di telinga kita. Dengan seiring berkembangnya globalisasi, sering sekali teman-teman menemui gedung-gedung pencakar langit yang menjulang, sedangkan di sebelahnya, banyak juga gubuk kumuh yang berusaha bertahan. Mengapa hal ini terjadi? Apa faktor penyebabnya?

Pengangguran merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab adanya kesenjangan sosial. Masyarakat Indonesia banyak sekali yang tidak memiiki pekerjaan karena malas, kemudian mereka memilih pasrah dan menyerah pada takdir dengan menjadi orang yang serba-kekurangan. Mereka lebih memilih miskin dan kesusahan daripada harus bekerja keras dan berusaha untuk menjadi orang yang berkecukupan.

Rendahnya pendidikan juga merupakan salah satu faktor terjadinya pengangguran. Seperti banyaknya masyarakat Indonesia yang hanya lulusan sekolah dasar. Hal itu, membuat mereka tidak bisa bekerja, karena keterbatasan atau terhalang oleh pendidikan yang rendah. Mengapa mereka tidak melanjutkan sekolah? Karena kurangnya ekonomi, sehingga mereka tidak bisa melanjutan pendidkannya ke jenjang yang lebih tinggi seperti SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi. Padahal, pada saat ini jika kita ingin bekerja minimal harus memiliki ijazah SMA.

Kemudian sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia juga berpengaruh, karena masyarakat Indonesia itu rata-rata hanya cukup menjadi karyawan swasta. Seharusnya pemikiran tersebut harus dihilangkan, padahal tidak sedikit pengusaha yang berawal dari keluarga yang kurang mampu, tetapi mereka mau untuk bekerja keras dan berusaha demi terubahnya kehidupan mereka menjadi lebih layak.

Sejarah membuktikan, pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo II, ada yang disebut dengan istilah Ali Baba. Ali merupakan masyarakat pribumi sedangkan Baba yaitu orang Tiongkok yang pada saat itu berada di Indonesia. Ali Baba ialah sistem ekonomi ketika pemerintah Indonesia memberikan sejumlah uang kepada masyarakat Indonesia dan Tionghoa untuk mereka gunakan sebagai modal usaha. Namun, masyarakat Indonesia tidak bisa menggunakan uang tersebut secara optimal. Mereka menggunakan uang tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka dan untuk foya-foya. Sedangkan orang-orang Tionghoa memanfaatkan uang tersebut untuk memulai bisnis mereka. Hal itu terbukti di Cianjur contohnya, rata-rata pemiik toko di sana merupakan orang-orang Tionghoa. Bahkan ada sebuah daerah yang dinamai Shanghai, karena semua pemilik toko di sana merupakan orang-orang Tionghoa.
Kesimpulannya, supaya tidak terjadinya kemiskinan atau kesenjangan sosial yang tinggi, maka harus ada kesadaran dari diri sendiri. Selain itu, pemerintah tersendiri harus mengadakan lapangan pekerjaan yang nyata, agar masyarakat Indonesia menjadi semakin sejahtera. Mungkin juga adanya pendidikan gratis untuk semua jenjang, dan masyarakat Indonesia harus belajar dari sejarah.Ungkap Rafly Alfarizi

Tinggalkan Balasan