Bandung Barat-sri-media.com Masalah kenakalan remaja memang sudah pada taraf yang mengkhawatirkan, banyak orangtua yang merasa resah akibat dari pergaulan remaja yang bebas tanpa batas. Bak angin segar, program yang di gagas Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi memberikan secercah harapan bagi para orangtua. Namun, bisakah program ini menuntaskan masalah kenakalan remaja ?
Melansir laman media online, diinformasikan bahwa Dedi Mulyadi, mulai menerapkan kebijakan mengirim siswa yang berperilaku menyimpang ke barak militer untuk mengikuti pendidikan karakter. Walaupun menuai pro dan kontra, Dedi tetap melaksanakan kebijakan ini sebagai bagian dari upaya pembinaan remaja di Jawa Barat.
Adapun, total pelajar yang mengikuti program militer bersama Kodam III Siliwangi TNI AD kini berjumlah 274 siswa yang berasal dari siswa SMA dan SMK.
KDM, sapaan akrab Gubernur Jabar, mendorong langkah konkret untuk mengatasi masalah kenakalan remaja yang sudah mengancam ketahanan nasional. Menurutnya, langkah yang bisa dilakukan melalui program pendisiplinan remaja di barak militer, pembubaran organisasi gangster remaja, serta pembentukan tim siber yang lebih kuat untuk menindak penyebaran konten kekerasan di media sosial.
Menilik lebih dalam terkait kenakalan remaja, sebenarnya bukan sekedar masalah ketidakdisiplinan namun lebih mendasar dari itu yaitu adanya persepsi kebebasan yang membuat remaja bertindak sesuka hati. Ironisnya prinsip kenebasan ini dikenalkan sejak usia dini, bahkan malalui materi parenting untuk para orangtua.
Bukankah kini kita sering mendengar bahwa anak tidak boleh dikekang, anak sebaiknya dibebaskan memilih sesuai dengan keinginannya ? Alasannya agar anak bisa lebih mengembangkan minat dan bakatnya.
Padahal, prinsip kebebasan adalah buah dari penerapan faham sekularisme. Faham ini menafikan ajaran agama dari permasalahan kehidupan. Sehingga agama tidak menjadi rujukan dalam menyelesaikan problematika kehidupan termasuk kenakalan remaja.
Disisi kain, konsep dan pemahaman yang notabene berasal dari barat sering diadopsi bahkan dijadikan rujukan. Inilah titik kritisnya, saat masyarakat muslim dengan ajaran agama yang khas harus mengadopsi pemahaman barat yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan hukum dalam agama, khususnya Islam.
Selain itu, kehidupan yang jauh dari agama makin menyambut kapitalisasi di berbagai bidang. Seperti industri hiburan yang kental dengan budaya hedonisme dan pornografi, semua itu telah mengalihkan kesenangan para remaja, dari giat menuntut ilmu menjadi tersibukkan dengan pemenuhan keinginan yang diciptakan oleh industri tersebut.
Penulis berpendapat, penanaman akidah adalah perkara penting yang harus dilakukan kepada generasi penerus bangsa, bahkan hendaknya dilakukan sedini mungkin. Setelah tertancap akidah yang kuat dalam diri para remaja, ia akan mampu membedakan mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Begitulah insan kamil yang bertakwa.Ketakwaannya akan membawa remaja pada iktikad untuk bisa menjadi sebaik-baik manusia, yaitu yang paling bermanfaat.
Hal utama lainnya adalah terwujudnya sistem kehidupan yang islami. Sistem ini akan menjadikan umat paham agama, para ibu fokus menjadi madrosatul ula (pendidik pertama) bagi anak-anak mereka, sehingga pendidikan bukan hanya dari sekolah, justru yang utama dari rumah.
Nilai yang berkembang di masyarakat pun bukan liberalisme atau kebebasan, tetapi ketaqwaan. Setiap orang akan saling beramar makruf jika ada saudarinya yang melanggar syariat, inilah yang menghilangkan potensi adanya kenakalan remaja.
Industri hiburan yang berbau maksiat pun akan terlarang di negara yang berasaskan syariat, sebab fungsi negara adalah untuk menjaga jawil iman masyarakat. Dengan begitu, kehidupan umat, termasuk di dalamnya para remaja, akan fokus melakukan amal kebaikan. Justru industri yang akan berkembang adalah industri yang dapat membantu kehidupan umat manusia lebih baik dan makin mengukuhkan iman dan taqwa.
Dari sini, Baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur akan terwujud nyata, bukan hanya para remajanya yang berahlaqul kharimah namun seluruh masyarakat serta aparatur negara pun akan berlomba dalam melakukan ketaatan. Saat itu Allah SWT pun akan memberikan negeri yang baik dan nyaman seperti yang telah Allah berikan pada kaum Saba.
لَقَدْ كَانَ لِسَبَاٍ فِيْ مَسْكَنِهِمْ اٰيَةٌۚ جَنَّتٰنِ عَنْ يَّمِيْنٍ وَّشِمَالٍ ەۗ كُلُوْا مِنْ رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوْا لَهٗۗ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَّرَبٌّ غَفُوْرٌ ١٥
Sungguh, pada kaum Saba’ benar-benar ada suatu tanda (kebesaran dan kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua bidang kebun di sebelah kanan dan kiri. (Kami berpesan kepada mereka,) “Makanlah rezeki (yang dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman), sedangkan (Tuhanmu) Tuhan Yang Maha Pengampun.”
Oleh : Lilis Suryani ( Guru dan Pegiat Literasi )