Bandung, sri-media.com – Program “Jaksa Masuk Sekolah” (JMS) dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) , kembali memperingatkan akan bahaya dari tindak perundungan (bullying) bagi lingkungan sekolah. Kali ini, tim JMS Kejati Jabar mendatangi dan bertemu langsung dengan para siswa dan tenaga kependidikan SMA Pasundan 7 Bandung, bertempat di Aula SMA Pasundan 7 Bandung, 22 Agustus 2023. Hadir dalam kesempatan tersebut Kasi Penerangan Hukum Kejati Jabar Nur Sricahyawijaya, S.H., M.H. dan bertindak sebagai narasumber adalah Nurmayani, S.H., M.H. selaku Jaksa Fungsional Kejati Jabar.
Nurmayani, selain menjelaskan dampak buruk dari bullying dan faktor-faktor penyebab terjadinya bullying di lingkungan sekolah, ia juga menjelaskan akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari perbuatan tersebut. “Dihimbau kepada pada siswa-siswi untuk tidak melakukan tindak bullying di lingkungan sekolah karena hal tersebut terdapat ancaman pidananya bagi pelaku bullying sebagaimana diatur dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan UU No. 35 Tahun 2014 pada pasal 80 Ayat (1), (2), dan (3), “tegas Nurmayani.
Dalam kesempatan tersebut, tim JMS KejatiJabar juga menyampaikan informasi kepada para guru selaku tenaga pengajar terkait bagaimana cara mengantisipasi bullying yang dapat terjadi di lingkungan sekolah. Kepala Sekolah SMA Pasundan 7 Bandung Drs H. Wawan Herdiwan, M.M. pun menyambut baik atas terselenggaranya kegiatan Jaksa Masuk Sekolah yang diselenggarakan di SMA Pasundan 7 Bandung oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. “Kita berharap kegiatan ini dapat memberikan nilai positif dan pengetahuan, sekaligus dapat mengantisipasi terjadinya tindak bullying di lingkungan sekolah khususnya siswa-siswi SMA Pasundan 7 Bandung, “kata Wawan.
Lingkungan Pendidikan Anti Bullying
Tindakan bully tidak jarang ditemukan di lingkungan sekolah. Bullying berasal dari kata bull yang bermakna sapi ganas yang mengenduskan nafasnya (untuk menyerang musuhnya). Lalu muncul istilah bully yang artinya menggertak pihak yang lemah. Jadi bully bisa berupa gertakan, intimidasi, penindasan, hingga kekerasan fisik dan psikis.
Dari sumber sri-media.com menyebutkan, salah satu cara menghindari tindak bullying di sekolah adalah dengan membuat kebijakan “sekolah anti bullying”. Selain mendisain program pencegahan yang berisi pesan kepada murid bahwa perilaku bully tak diterima di sekolah, sekolah juga perlu menciptakan kultur yang aman, nyaman, dan sehat, sehingga, siswa bisa berinteraksi dengan baik dengan teman-temannya. Sekolah juga perlu memberikan sanksi tegas kepada anak yang melakukan bullying, pelaku merasa jera, dan tidak melakukan tindakan bullying kembali kepada temannya.
Jangan Ada Kekerasan terhadap Anak
Dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan UU No. 35 Tahun 2014 pada Pasal 76C, dinyatakan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.
Pada UU ini pasal 80 Ayat (1) disebutkan bahwa orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). Pada Pasal 80 Ayat (2), dikatakan dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Selanjutnya pada Pasal 80 Ayat 3, dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). ***(D. Purba)